R.A. Kartini dan impiannya yang kandas
Berita tentang keinginan R.A. Kartini untuk melanjutkan pendidikan menjadi bahan pembicaraan di Hindia Belanda dan di Belanda.
Terutama saat kunjungan anggota parlemen Belanda Van Kol ke Jepara yang diberitakan dalam surat kabar De Locomotief tanggal 25 April 1902.
Kemampuan Kartini yang dinilai sangat luar biasa itu mendorong Van Kol memberikan tawaran untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda dengan biaya dari pemerintah.
Usahanya kali ini berhasil dan mendapat restu dari kedua orang tuanya. Namun R.A. Kartini justru terhasut saran lain dari Mr. J.H. Abendanon yang membuatnya membatalkan niat sekolah di Belanda.
Sejak mengikuti saran Mr. J.H. Abaendanon dan gagal batal sekolah di Belanda, R.A. Kartini sempat mengalami sakit keras karena masalah batin.
R.A. Kartini juga mengirimkan surat kepada teman-temannya di Belanda dan memohon agar mereka tidak menjauhinya karena kecewa dengan keputusannya itu.
Kartini berusaha menjelaskan kepada teman-temannya tentang budaya masyarakatnya yang masih belum semaju masyarakat di Belanda.
Penjelasan tersebut menjadikan mereka tetap bersedia menjalin hubungan baik dengan Kartini, walaupun pada awalnya merasa perjuangannya dikhianati.
Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal
Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]
Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]
Masa pendidikan dasar R.A. Kartini
Sejarah R.A. Kartini dalam menempuh pendidikan bisa dibilang istimewa dan berliku. Sebab ia merupakan anak pribumi yang diizinkan mengikuti pendidikan di Europesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar Eropa.
ELS merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak Bangsa Eropa dan Belanda Indo. R.A. Kartini bisa mendapat kesempatan masuk ELS dikarenakan ia adalah anak dari pejabat tinggi pemerintah.
Bahasa pengantar di ELS adalah bahasa Belanda, sehingga R.A. Kartini bisa meningkatkan kemampuan bahasanya. Proses pendidikan yang dijalani oleh R.A. Kartini di ELS menjadikan dirinya mampu menempatkan diri dengan baik dalam pergaulan.
Namun sayang, R.A. Kartini yang saat itu ingin melanjutkan pendidikan ke HBS Semarang justru ditentang ayahnya. R.A. Kartini dipaksa untuk menjadi putri bangsawan sejati dengan mengikuti adat istiadat yang berlaku dan ia banyak menghabiskan waktu di rumahnya atau masa dipingit (pingitan).
Perjalanan hidup R.A. Kartini
Sejak lulus dari ELS dan tidak melanjutkan pendidikan, kehidupan R.A. Kartini dinilai sangat tertutup karena ia merasa dirinya dikurung dan dibatasi pergaulannya.
Padahal saat itu usianya masih sangat belia yaitu 13 tahun, usia yang sangat produktif untuk belajar banyak hal dari dunia luar.
Sehari-hari, R.A. Kartini dipaksa belajar menjadi putri bangsawan sejati yang selalu diam seperti boneka dan membiasakan diri untuk berbicara dengan suara halus dan lirih.
Ia juga harus berjalan setapak demi setapak dan menundukkan kepala jika anggota keluarga yang lebih tua lewat, serta masih banyak lagi aturan-aturan adat lain yang harus dipatuhi.
Dalam masa pingitan, kehadiran sahabatnya yang bersedia menjenguk yaitu Letsy Detmar bisa menjadi pelipur lara karena R.A. Kartini banyak diceritakan tentang dunia luar olehnya.
Sehari-hari dalam masa pingitan, R.A. Kartini terus tekun belajar dan membaca. Namun dirinya merasa sia-sia jika belajar tanpa adanya guru.
Biografi Nabi Muhammad Singkat
Berikut biografi Nabi Muhammad SAW dari lahir sampai wafat mengacu pada Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam edisi Indonesia terbitan Qisthi Press dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW karya Moenawar Chalil.
Kelahiran dan Masa Kecil
Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw tidak bisa diketahui dengan pasti. Ibnu Hisyam dan yang lainnya menulis bahwa tanggal kelahirannya terjadi pada Tahun Gajah; tetapi secara pasti tidak dapat juga ditentukan bahwa sebenarnya kapan dan pada tahun apa peristiwa perang gajah terjadi. Mengingat bahwa para sejarawan menulis tentang hari wafat Nabi Muhammad saw pada tahun 632, dan ketika wafat ia berumur 63 tahun, maka tahun kelahirannya dapat diperkirakan sekitar tahun 569- 570. [5]
Hari kelahiran Nabi besar Islam menurut pendapat masyhur Syiah adalah 17 Rabiul Awwal dan menurut pendapat masyhur Ahlusunah adalah 12 Rabiul Awwal.[6]
Nabi lahir di kota Makkah. Sebagian referensi meyakini bahwa tempat kelahirannya adalah Syi'ib Abi Thalib di rumah Muhammad bin Yusuf [7]
Alquran menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim dan banyak dari sumber-sumber sejarah yang juga membuktikan hal tersebut. [8] Abdullah, ayah Muhammad saw, beberapa bulan setelah melakukan pernikahan dengan Aminah binti Wahb, kepala suku dari kabilah bani Zuhrah, pergi untuk melakukan perjalanan dagang ke Syam dan ketika pulang ia meninggal dunia di kota Yastrib. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Muhammad saw. Selanjutnya Muhammad saw menjalani masa penyusuannya pada seorang perempuan bernama Halimah, dari kabilah bani Sa'ad.
Di saat Muhammad berusia 6 tahun 3 bulan (dan menurut sebagian 4 tahun), ibunya Sayidah Aminah, telah membawanya ke Yatsrib untuk berkunjung ke rumah sanak dan familinya (dari pihak ibu Abdul Muththalib dari kabilah Bani Ady bin Najjar). Dan dalam perjalanan pulang ke Makkah, Sayidah Aminah meninggal dunia di daerah bernama Abwa' dan dipusarakan di sana. Sayidah Aminah ketika wafat berusia 30 tahun. [9] Setelah Sayidah Aminah wafat, Abdul Muththalib, kakek Nabi dari pihak ayah yang kemudian bertanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, Abdul Muththalib mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. [10]
Berkenaan dengan kehidupan Nabi Muhammad saw banyak keterangan-keterangan dan penjelasan yang dimuat dalam teks-teks sejarah, dan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kehidupannya tercatat lebih lengkap secara akurat dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Namun meskipun demikian, masih ada beberapa hal yang belum jelas secara terperinci mengenai hal-hal partikular dari kehidupannya dan terkadang masih ada kesamaran-kesamaran dan perbedaan pendapat tentangnya.
Peperangan Ahzab, Bani Quraizhah dan Bani Mushtaliq
Abu Sufyan pada tahun ke-4 H membawa sekelompok orang ke daerah Badar, namun di pertengahan jalan berubah pikiran dan kembali. Kepulangannya ini dalam pandangan para pembesar Quraisy, membuat posisi kepemimpinannya menjadi lemah dan terpaksa dia harus menyiapkan pasukan yang sangat besar dan terdidik untuk mengembalikan kepercayaan para pembesar Quraisy. Dan akhirnya pada tahun ke-5 H, sebuah pasukan besar antara tujuh hingga sepuluh ribu orang tentara telah disiapkan yang mana enam ratus orang berkuda termasuk dari pasukan tersebut. Dan pasukan besar ini berjalan menuju Madinah. Karena pasukan ini terdiri dari berbagai macam kabilah yang berbeda maka perang ini dinamakan perang Ahzab. Selain itu pula, dalam peperangan ini sekelompok dari kaum Yahudi Bani Nadhir yang tinggal di kota Khaibar, telah bersatu bersama kaum Quraisy dan kabilah Ghatafan untuk menyerang Nabi. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di sekitar Madinah juga, yang berjanji tidak akan membantu kaum Quraisy, berkhianat dan bersatu dengan penduduk Mekah. Dalam menghadapi pasukan yang sedemikian besar, jumlah pasukan Nabi hanya tiga ribu orang tentara, sejumlah darinya mengendarai kuda dan yang lainnya berjalan kaki.
Sikap penduduk Madinah kali ini berbeda dengan perang Uhud, mereka menerima jika kota harus berada dalam keadaan pertahanan. Di dalam perang ini Salman al-Farisi memainkan peranannya dan menurutnya untuk menjaga kota sebaiknya di sekitar kota dibuatkan sebuah parit dengan ukuran yang besar dan dalam. Madinah dari tiga arah sisinya telah terjaga dengan perkebunan kurma dan bangunan-bangunan dan musuh tidak mampu menyerang dari tiga arah sisi tersebut; dan dengan membuat parit di sebelah utara, tempat itu pula aman dari serangan musuh yang berkuda. Sebelum pasukan musuh sampai mendekati Madinah, pekerjaan menggali parit pun selesai. Ketika para musuh sampai di sana mereka terkejut dan tercengang melihat keadaan sekitar mereka, karena sampai saat itu, mereka belum pernah melihat penghalang yang begitu canggih dalam peperangan. Para penunggang kuda tidak mampu menerjang parit, jika saja mampu maka para pemanah tidak membiarkan mereka hidup.
Amr bin Abdiwudd dan Ikrimah bin Abi Jahal berencana untuk melewati parit. Amr yang terkenal dengan keberaniannya tewas di tangan Imam Ali as. Tampaknya perang Khandaq untuk kota Madinah sangat merugikan. Pasukan dalam jumlah yang kecil berhadapan dengan pasukan tentara musuh yang begitu besar, apa yang dapat dilakukan? Mulanya Nabi berkehendak memisahkan kabilah Ghatafan dari kumpulan pasukan. Kepada mereka dikirim sebuah pesan sepertiga dari penghasilan kota Madinah akan menjadi pendapatan mereka dengan syarat mereka jangan bekerjasama dengan kaum Quraisy. Kaum Anshar berkata kepada Rasulullah: Perdamaian ini apakah merupakan wahyu dari langit? Beliau menjawab: tidak. Mereka berkata: Kalau begitu kami tidak bisa menerima kekalahan ini. Pada waktu dimana Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami untuk masuk agama Islam, kami tidak melakukan sesuatu yang hina, hari ini Allah telah membahagikan kami dengan perantaramu bagaimana mungkin kita menjadikan diri kita hina. Pada akhirnya perdamaian itu tidak dilakukan.
Namun satu dua orang dari kaum muslimin yang tidak pernah menampakkan keislamannya, dari satu sisi mengikat hubungan dengan Bani Quraizhah dan dari lain sisi berhubungan dengan Bani Ghatafan. Dan kedua orang tersebut satu sama lain saling curiga. Ketentuan langit juga mendukung; angin dan udara dingin yang menusuk membuat sulit pekerjaan para pasukan Mekah. Abu Sufyan memerintahkan pasukan untuk kembali dan setelah lima belas hari pengepungan Madinah pun bebas.
Akhir dari perang Ahzab bagi kaum muslimin begitu memberi harapan, namun bagi penduduk Mekah merupakan musibah yang sangat berat. Sudah dipastikan para pedagang Quraisy pasar Madinah telah lepas dari tangan mereka untuk selamanya. Selain itu, kekuatan Madinah membahayakan garis perdagangan Mekah yang menuju ke Suriah. Para pedagang Quraisy tidak lagi bisa melakukan pekerjaaan mereka dengan leluasa. Posisi kepemimpinan Abu Sufyan dalam pandangan Quraisy guncang. Kebesaran Quraisy di mata para kabilah selainnya jatuh. Terjadinya sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka, dimana pasukan yang begitu besar dapat mereka usir dari pintu-pintu gerbang kota dengan membawa kekalahan. Sebagian orang-orang Arab badui mulai condong kepada agama Islam dan mereka meyakini Islam memiliki kekuatan yang luar biasa yang dapat menolong kaum muslimin dan setelah peperangan ini perkara berubah menguntungkan kaum muslimin.[61]
Setelah perang Ahzab berakhir, Nabi pergi menemui kaum Yahudi Bani Quraizhah. Selama orang-orang Yahudi tidak bangkit menyerang kaum muslimin, maka mereka tetap akan aman, hal itu dikarenakan perjanjian Madinah. Namun mereka telah bersatu dengan musuh-musuh Islam dalam perang Ahzab. Kelompok ini tentu saja perlu dikhawatirkan dan juga tidak bisa dianggap mudah. Nabi pergi mendatangi dan mengepung mereka, yang pada akhirnya setelah 25 malam, mereka menyerah. Kabilah Aus yang memiliki perjanjian dengan Bani Quraizhah berkata kepada Nabi: Bani Quraizhah, mereka adalah pihak seperjanjian dengan kami dan mereka menyesal dengan apa yang telah mereka perbuat; perlakukanlah kepada pihak-pihak seperjanjian kami sebagaimana engkau perlakukan kepada pihak-pihak seperjanjian kaum Khazraj yaitu Bani Qainuqa, sebagaimana kita lihat bahwa Rasulullah sebagian kelompok dari para tawanan Yahudi diberikan kepada Abdullah bin Ubay sebagai pihak seperjanjian mereka. Kemudian Nabi menyerahkan pemutusan hukuman para tawanan Bani Quraizhah kepada Sa'ad bin Muadz, ketua kabilah Aus. Bani Quraizhah pun setuju atas keputusan tersebut. Sa'ad berkata: Pendapatku adalah semua laki-laki Yahudi harus dibunuh, dan perempuan-perempuan mereka beserta anak-anak mereka ditawan. Kemudian mereka menghukumi menurut pendapat Sa'ad dengan menggali parit dan semua lelaki Bani Quraizhah di samping parit dihukum dengan potong leher.[62]
Tentunya para ahli sejarah mengenai cerita di atas berbeda pendapat. Doktor Syahidi menulis: Tampaknya cerita Bani Quraizhah dimanipulasi oleh seorang pembawa cerita dari keturunan Khazraj beberapa tahun setelah kejadian sejarah dan ketika keturunan yang sekarang ini berada dalam pengepungan itu, sehingga ditampakkan kemuliaan kabilah Aus di sisi Nabi saw tidak setara dengan kabilah Khazraj dan untuk itulah Nabi tidak membunuh pihak seperjanjian kabilah Khazraj, namun memenggal kepala pihak seperjanjian kabilah Aus. Dan juga berkehendak menampakkan bahwa kepala suku kabilah Aus telah menjaga pihak seperjanjiannya.[63]
Di tahun ke-6 H, kaum muslimin berhasil mengalahkan Bani Mustaliq yang telah berkumpul untuk menentang Nabi saw. [64]
Pada tahun ke-7 H, Nabi saw mendapatkan kemenangan atas kaum Yahudi Khaibar yang mana sebelumnya telah beberapa kali melakukan perjanjian dengan para musuh untuk menentangnya dan Nabi saw merasa tidak tenang dari pihak mereka. Benteng Khaibar terletak di dekat kota Madinah, berhasil ditaklukkan kaum muslimin dan Nabi saw tidak menolak jika orang-orang Yahudi melanjutkan pekerjaan mereka dengan berkebun di ladang dan setiap tahun mereka membayarkan sebagian hasilnya kepada kaum muslimin.[65]
Pekerjaan membuka salah satu benteng Khaibar pada perang Khaibar, adalah hal yang sangat sulit, Nabi secara bergantian mengirim Abu Bakar dan Umar untuk membuka benteng tersebut, namun mereka tidak sanggup dan Nabi saw berkata:
Keesokan harinya Nabi memanggil Ali, dan sakit mata yang dideritanya sembuh diobati dengan air ludah Nabi dan berkata kepadanya: Ambillah bendera ini dan majulah, Allah akan memenangkanmu.
Menurut riwayat Ibnu Ishak dari Abu Rafi': Ali as pergi mendekati benteng dan berperang dengan mereka dan dikarenakan perisai yang dipakainya terlepas dari tangannya akibat pukulan seorang Yahudi, pintu salah satu benteng diangkat dan dijadikannya sebagai perisai dan sampai saatnya pembukaan selesai, pintu tersebut masih di tangan beliau dan seusai peperangan dia melemparkannya. Abu Rafi' berkata: Aku dan tujuh orang lainnya setiap kali hendak mengangkat pintu tersebut dari tempatnya tidak mampu kami lakukan.[66]
Perang Ahzab, menyerahnya kaum Yahudi Bani Quraizhah dan dua tiga perang yang terjadi pada tahun ke-6 H yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan keuntungan-keuntungan harta rampasan perang yang berhasil diraih mereka, telah membuat kekuatan Islam semakin meningkat dalam pandangan penduduk semenanjung Arab, sehingga banyak dari kabilah-kabilah masuk Islam atau bersekutu dengan kaum muslimin.[67]
Di bulan Dzulkaidah tahun ke-6 H, Nabi beserta seribu limaratus orang dari penduduk Madinah berjalan menuju kota Mekah guna menunaikan ibadah umrah.
Quraisy yang tahu akan tujuan Nabi mereka telah siap untuk menghadang beliau. Pertama, mereka mengirim Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abi Jahal supaya mencegah sampainya Rasulullah ke Mekah. Nabi saw ketika itu berhenti di sebuah tempat bernama Hudaibiyah dan permulaan daerah kawasan haram dan mengirim pesan kepada penduduk Mekah bahwa kami datang untuk berziarah bukan untuk berperang. Quraisy tidak menerima. Akhirnya antara beliau dan perwakilan penduduk Mekah menandatangani sebuah surat perdamaian yang dengan surat tersebut antara kedua belah pihak tidak akan mengadakan peperangan selama sepuluh tahun.
Di tahun ini, kaum muslimin tidak berhak masuk ke Mekah, akan tetapi di tahun mendatang pada saat-saat seperti ini penduduk kota akan keluar dari kota Makkah dan kota akan diserahkan kepada kaum muslimin selama tiga hari sehingga mereka dapat berziarah dengan leluasa. Satu lagi dari butir surat perjanjian ini adalah: Siapa saja dari penduduk Mekah yang datang kepada Muhammad maka dia harus kembali ke Mekah, tetapi jika seseorang yang pergi dari Madinah ke Mekah, Quraisy tidak mesti mengembalikannya. Butir lainnya dari surat perjanjian itu adalah setiap kabilah bebas untuk melakukan perjanjian kepada Quraisy atau Muhammad saw.[68]
Sebagian dari para sahabat Nabi karena tidak mampu mencerna isi surat perjanjian ini dan apa yang akan terjadi di belakangnya mereka merasa gelisah dan mengira itu adalah sebuah kerendahan diri. Tetapi sebenarnya penandatanganan surat perjanjian ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kaum muslimin, karena kaum musyrikin Mekah sampai pada saat itu tidak menganggap Nabi dan para sahabatnya dan mereka hendak menghabiskan mereka dari atas bumi, sekarang selain mengganggap resmi keberadaan mereka, mereka juga mengadakan hubungan transaksi dengan Nabi layaknya sesama saudara dan pihak yang sedang bertransaksi. Juga dalam surat perjanjian ini terdapat butir yang menjelaskan bahwa para kabilah bebas memilih, mereka ikut Nabi atau kaum Quraisy, dalam hal ini jika kaum muslimin atau kaum Quraisy berperang dengan pihak seperjanjian mereka maka perjanjian ini akan batal. Dimana nantinya kaum Quraisy dengan tidak menjaga syarat tersebut menyebabkan terjadinya Fathu Mekah.[69]
Pada bulan Dzulkaidah tahun ke-7 H disebabkan perundingan Hudaibiyah Nabi berangkat menuju Mekah. Masuknya Nabi dan kaum muslimin ke Masjidil Haram dan pelaksanaan amalan umrah, kemeriahan upacara dan penghormatan yang diberikan kaum muslimin kepada Nabi mereka dalam pandangan kaum Quraisy telah menjelma dengan besar dan kira-kira sudah merupakan hal yang sangat jelas bahwa untuk berhadapan dengan Muhammad saw mereka merasa tidak mampu; dan mereka yang memiliki pikiran lebih jauh ke depan, tahu bahwa priode kebesaran para pemimpin kabilah dan para pedagang sudah berakhir dan sebuah pintu baru telah terbuka di hadapan khalayak masyarakat. Oleh karena itu, dua orang dari pemuka-pemuka mereka, yaitu Khalid bin Walid dan Amr bin Ash, berangkat ke Madinah dan menyatakan keislaman mereka dan menjadi seorang muslim.[70]
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, sesudah Rasulullah lahir, Aminah segera menyerahkan beliau kepada Halimatus Sa'diah untuk disusukan.
Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi seorang yatim-piatu, beliau pun diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Setelah 2 tahun, kakeknya pun meninggal dunia.
Selanjutnya sesuai wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib (ayahnya Ali bin Abi Thalib).
Perjuangan R.A. Kartini untuk melanjutkan sekolah
Meski masa pingitan harus dijalani R.A. Kartini dengan penuh kesepian, kesedihan, dan ketidakadilan, hal itu tidak membuatnya putus asa.
Sebab R.A. Kartini mempunyai mimpi besar yaitu ingin memajukan perempuan kalangan bangsawan yang di mulai dari mengubah kebiasaan lama di keluarganya terlebih dulu.
R.A. Kartini juga sering menikmati buku-buku bacaan untuk menambah pengetahuan, menulis catatan hingga surat.
Dengan membaca, R.A. Kartini jadi mempelajari dan memahami pemikiran-pemikiran emansipasi yang berkembang di belahan dunia lain.
Pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi Kartini dalam mewujudkan terciptanya kesetaraan manusia dan kemanusiaan.
Sejak saudari perempuannya R.A. Soelastri menikah dan ikut sang suami, R.A. Kartini menempati kedudukan sebagai putri kedua yang berhak mengatur semua urusan adiknya.
Hak R.A. Kartini untuk mengatur adik-adiknya dimanfaatkan dengan baik untuk melakukan perubahan-perubahan.
Tradisi feodal yang memberikan hak istimewa kepadanya tidak digunakan, adik-adiknya tidak lagi harus menyembah dirinya dan tak perlu berbicara dengan bahasa Jawa krama inggil.
Perubahan yang dilakukan oleh R.A. Kartini merupakan bentuk perombakan terhadap tradisi yang sudah mengakar kuat dalam kalangan bangsawan.
Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh R.A. Kartini perlahan bisa menjadikan aturan-aturan pingitan melonggar.
Berkat kesabaran dan upayanya yang pantang menyerah, kini R.A. Kartini mendapat dukungan dari tiga saudarinya.
Ia juga dilibatkan untuk mengikuti tugas sang ayah ke desa-desa di Jepara untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, R.A. Kartini pernah melakukan perjalanan dinas bersama ayahnya ke Batavia untuk mendapat beasiswa pendidikan di Belanda, tetapi usahanya itu gagal.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj
Isra' dan mi'raj adalah perjalanan Rasulullah saw di suatu malam dari Mekah menuju Masjid al-Aqsha dan dari situ beliau naik ke langit. Syiah dan Ahlusunah - berdasarkan ayat dan riwayat mutawatir - tidak berselisih pendapat tentang terjadinya peristiwa mi'raj; namun mereka berselisih pendapat tentang perincian- perinciannya, seperti waktu, tempat, berapa kali, tata cara, fisik atau spiritualnya. Peristiwa ini terjadi pada periode terakhir menetapnya Rasulullah saw di Mekah. Rasulullah dalam mi'raj melihat ayat-ayat Allah dan roh-roh sebagian para nabi yang mulia.
Tidak lama setelah keluarnya Nabi saw dari lembah Syi'b Abi Thalib, dua orang dari pendukung setianya, Khadijah dan Abu Thalib meninggal dunia. Nabi saw pergi melakukan perjalanan ke Thaif untuk menarik simpati penduduk kota tersebut. Namun penduduk masyarakat Thaif tidak bertindak baik kepada Nabi dan iapun kembali ke Mekah. [37]